Teliti “Track Record” Pengembang
- Kategori Induk: PROPERTY & REFERENSI BISNIS
- Diperbarui: Senin, 26 Oktober 2015 08:53
- Ditayangkan: Rabu, 01 April 2009 22:53
- Ditulis oleh admin1
- Dilihat: 2575
- Cetak
- 01 Apr
Sepuluh tahun terakhir muncul banyak kasus penipuan oleh segelintir pengembang properti terhadap konsumennya. Umumnya terjadi di wilayah Jabodetabek. Praktik penipuan ini tidak banyak diadukan ke polisi karena konsumen umumnya memilih menyelesaikan sendiri masalahnya. Beberapa contoh kasus berikut ini diharapkan dapat membuka wawasan calon konsumen untuk senantiasa berhati-hati saat hendak bertransaksi properti.
Menilik kasus yang sering muncul, seperti penipuan, mutu bangunan tidak sesuai dengan yang dijanjikan, lahan tempat rumah atau apartemen itu dibangun bermasalah dan lingkungan sangat buruk. Brosur yang dirilis oleh pengembang biasanya menunjukkan areal luas yang akan dimiliki konsumen. Untuk meyakinkan, pengembang membangun kantor proyek yang dingin dan wangi juga rumah contoh (show unit) yang bagus. Rumah diisi dengan perabot dan aksesoris menarik sehingga berkesan sangat berkelas. Padahal, perabot-perabot itu umumnya pinjaman dari perusahaan furnitur, yang akan ditarik kembali jika sudah berakhir masa peminjaman.
Beberapa bulan kemudian, tidak tampak aktivitas apa-apa di lokasi proyek. Enam bulan juga demikian. Pemimpin proyek dihubungi, tetapi selalu menyatakan proyek segera dikerjakan. Dan untuk meyakinkan pembeli, alat-alat berat didatangkan. Truk tanah berdatangan untuk mengangkut tanah galian. Ada pula crane yang tampak sibuk. Pembeli
bisa disabarkan. Akan tetapi, ternyata, setahun, dua tahun, bahkan tiga tahun kemudian rumah dan apartemen yang dijanjikan tidak dibangun. Ketika pembeli sadar bahwa mereka ditipu, pengembang itu sudah kabur.
Kasus kedua, mutu bangunan tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Lahan tempat rumah atau apartemen berdiri juga kerap bermasalah. Pada sisi lain kerap terjadi, pengembangan lahan sesekali terjadi gugatan atas status tanah oleh pemilik lama. Bisa masalah lainnya timbul setelah penghuni mulai menempati rumahnya beberapa tahun kemudian. Selain itu, adakalanya terjadi lingkungan buruk, dikarenakan pengembang tidak mempunyai visi tentang pengelolaan lingkungan dengan baik. Yang ada di benak para pengembang hanyalah keuntungan. Sedangkan soal pengelolaan tak pernah mereka pikirkan. Semisal tidak berfungsinya drainase dengan baik, danau buatan untuk penampungan air, taman, sumur resapan, dan kawasan hutan perumahan.
Kasus lain, adanya pengembang yang telah menjual atau memasarkan produk propertinya padahal belum 100 persen mengantongi izin. Sementara itu dibutuhkan jangka waktu pengurusan izin cukup lama, untuk memenuhi semua prosedur hukum agar kelak tanah yang dikembangkan tidak menimbulkan masalah. Hal-hal semacam ini tentu saja pada akhirnya akan merugikan konsumen.
Saat ini saja di DKI Jakarta sudah sulit menemukan lahan ribuan meter persegi yang dimiliki oleh satu pihak. Tanah yang mencapai luas 5.000 meter persegi umumnya dimiliki oleh beberapa orang bahkan mungkin ratusan orang. Peruntukannya juga bisa bermacam-macam. Karena itu, Pemda harus memastikan bahwa peralihan hak atas tanah itu sudah berjalan sesuai dengan hukum dan juga sesuai dengan permintaan pengembang. Ini yang membuat waktu pengurusan memakan waktu lama.
Tindakan pengembang yang mencuri start dengan cara menjual sebelum izin didapat, dilakukan sekedar untuk menguji pasar. Apabila minat konsumen cukup tinggi, proyek akan diteruskan. Namun jika tidak, proyek akan dibatalkan dan uang konsumen akan dikembalikan. Pengembang pun sebisa mungkin menuruti ketentuan yang berlaku termasuk harus memperoleh izin seperti SIPPT dan IMB. Hanya saja tindakan tersebut dinilai oleh banyak pihak membahayakan konsumen. Apalagi sering kali pengembang tidak mengakui sudah ada pembelian, pembayaran uang muka (down payment) atau akad kredit. Inilah yang biasanya digunakan oleh pengembang agar tidak terjerat oleh Perda yang mengharuskan mengantongi SIPPT terlebih dahulu.
Cara-cara mengatasnamakan uji pasar itu sangat membahayakan, karena konsumen ibarat membeli kucing dalam karung. Nyatanya, banyak konsumen yang terkecoh dan menjadi korban. Dan mereka ini tidak saja dari kalangan masyarakat kecil, tetapi juga kalangan atas yang berpendidikan luar negeri,” ucap Sudaryatmo. Kondisi di atas memberi sinyal tegas kepada calon konsumen atau pembeli properti baik rumah, apartemen atau properti komersial lain untuk lebih meneliti produk yang dipasarkan. Kenali lebih dalam pengembang bersangkutan, bagaimana track record-nya. Jangan pernah sekalipun berpatokan pada brosur semata.
TIPS
Bagi para pembeli rumah dan apartemen hendaknya memperhatikan beberapa hal penting sebagai berikut.
1. Pastikan status tanah proyek bersih dari semua kasus.
2. Jangan mudah tergoda brosur atau rumah contoh. Pembeli mesti yakin pengembang itu bonafide atau tidak. Sebaiknya pembeli mencari jalan aman, yaitu carilah pengembang dengan reputasi tinggi.
3. Ketika membeli bersikaplah kritis dan teliti. Jangan sungkan bertanya, seperti fasilitas dan speksifikasi bangunan. Ada juga baiknya kalau Anda membuat perjanjian dengan pengembang bahwa mereka akan menggunakan bahan-bahan bangunan berkualitas amat baik (dengan rincian). Jika Anda dirugikan karena pengembang wanprestasi, mintalah ganti rugi.
4. Kalau bangunan sudah jadi, cek kualitas dan fisik pada bangunan, apakah sudah sesuai dengan komitmen pengembang.
5. Jika membeli rumah dengan tunai, pastikan bahwa Anda mendapat diskon sangat menyenangkan. Ada pengembang yang berani memberi diskon 10 persen. Bahkan pengembang yang sedang promosi atau ingin proyeknya cepat selesai biasanya berani memberi diskon hingga 15 persen.
6. Kalau membayar dengan cicilan, hendaknya berbicara dengan jelas dan rinci dengan pihak pengembang.Berapa uang mukanya (biasanya 30 persen), kapan harus dilunasi, berapa kali cicilan, dan berapa persen untuk KPR.
7. Teliti baik-baik rumah yang Anda beli, apakah terletak di lokasi strategis atau terpencil. Bagaimana aksesnya, lalu lintasnya macet atau tidak? Tidak bijaksana kalau Anda berpikir “tidak apalah rumahnya jauh dari kantor atau jauh sekali dari sekolah anak-anak. Toh ada jalan tol”.
8. Pilihlah perumahan yang menjadikan lingkungan sebagai isu utama. Sangat bagus kalau Anda memilih perumahan yang terletak di kawasan berudara segar.